Minggu, 09 September 2012

Catur Sukses PON Diraih dengan Kesungguhan Bersama


            Pelaksanaan PON XVIII di Provinsi Riau sudah di depan mata. Dengan persiapan yang dapat dikatakan kurang maksimal, namun tentunya harapan seluruh masyarakat Provinsi Riau pelaksanaan PON XVIII di Bumi Lancang Kuning ini meraih kesuksesan. Ditambah dengan slogan catur sukses yang digadang-gadangkan oleh Pemerintah Provinsi Riau dapat tercapai nantinya.
            Melihat kondisi kekinian, banyak yang pesimis pelaksanaan PON XVIII di Provinsi Riau ini berjalan sukses. Hal ini dikarenakan banyaknya kekurangan-kekurangan disana-sini. Baik dalam hal akomodasi atlet, maupun venue yang asal jadi sehingga dapat mengganggu penampilan atlet dalam bertanding. Belum saja pertandingan dimulai sudah banyak suara-suara negatif yang muncul.
            Keinginan pemerintah meraih catur sukses dalam penyelenggaraan PON XVIII di Provinsi Riau ini tidak dibarengi dengan kesungguhan. Kinerja pemerintah Provinsi Riau dalam mempersiapkan PON XVIII ibarat pepatah hidup segan mati tak mau. Dapat kita lihat dengan waktu 6 tahun persiapan, namun hasil yang diperoleh saat ini jauh dari apa yang kita harapakan.
            Pada awal-awal persiapan, telah digadang-gadangkan akan pelaksanaan yang tidak kalah bersaing dengan Sea Games 2011 Palembang bahkan Olimpiade Beijing 2008 lalu. Namun kini, hampir mendekati hari H, keluar pernyataan pelaksanaan yang minimalis. Sangat ironi mendengar pernyataan pelaksanaan PON XVIII minimalis dengan anggaran yang tumpah ruah dikucurkan.      
            Catur sukses yang telah digembar-gembor oleh pemerintah akan tercapai apabila pemerintah bersungguh-sungguh untuk meraihnya. Catur sukses yang pertama, sukses dalam penyelenggaraan, mustahil mungkin dapat tercapai karena kesuksesan penyelenggaraan tentunya dimulai dari tahap persiapan hingga nanti berakhirnya pelaksanaan. Melihat persiapan yang amburadul tentu sudah menjadi image buruk bagi penyelenggaraan. Akan tetapi dapat diraih dengan pelaksanaan pembukaan dan penutupan yang mengundang kekaguman dan juga tentunya lancarnya jalan pertandingan. Semua itu hanya dapat diperoleh apabila panitia dalam hal ini pemerintah Provinsi Riau bersungguh-sunguh dalam mengemas acara pembukaan hingga penutupan dengan apik dan menawan.
            Catur sukses kedua, yaitu sukses prestasi hanya dapat diraih apabila semua pembina cabang olahraga bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan atletnya. Dan juga tentunya bagi sang atlet merupakan sebuah perjuangan besar dalam mengemban amanah meraih prestasi yang setinggi-tingginya. Selain itu, dalam meraih prestasi tentu dengan sportifitas yang tinggi tanpa kecurangan yang banyak terjadi dalam event-event sebelumnya yang mana keputusan kerap menguntungkan tuan rumah. Apalah guna meraih prestasi tinggi namun menciderai semangat olahraga itu sendiri yakni tidak sportif dan dengan cara-cara yang culas. Oleh karenanya diharapkan baik official maupun panitia pertandingan terutama wasit dan dewan hakim untuk menegakkan sportifitas dalam pertandingan.
            Catur sukses ketiga, yaitu sukses promosi daerah. Diselenggarakannya PON XVIII di Provinsi Riau tentu akan berdampak dengan melonjaknya jumlah wisatawan domestik dari seluruh penjuru tanah air datang menyaksikan pertandingan. Ini menjadi peluang besar bagi dunia pariwisata Riau untuk dapat menmpromosikan tempat-tempat yang bersejarah dan menarik bagi wisatawan. Namun kesuksesan akan menjauhi kita apabila dari pemerintah tidak serius dalam mengelola pariwisata yang ada di Provinsi Riau. Agar dapat meningkatnya kunjungan wisatawan ke Provinsi Riau untuk mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada, tentunya harus dibarengi dengan siap dan lengkapnya sarana prasarana penunjang tempat wisata tersebut, seperti penginapan, transportasi dan wisata kulinernya. Saat ini kondisi yang ada masih banyaknya objek-objek wisata yang tidak terkelola dengan baik. Oleh karena itu dalam moment penyelenggaraan PON ini harus dapat mengatasi kekurangan-kekurangan pada objek wisata yang ada. Dengan kata lain pemerintah harus segera membenahinya dengan sungguh-sungguh.
            Catur sukses yang terakhir, yaitu sukses dalam pemberdayaan perekonomian kerakyatan. Melihat kondisi yang ada, tidak terdapat upaya pemerintah dalam memberdayakan perekonomian kerakyatan. Dapat kita lihat, dalam hal pengadaan barang dan jasa, perlengkapan venue, maupun yang lainnya yang mendapatkannya yaitu juga orang-orang yang dekat dengan lingkar kekuasaan. Selain itu, saat ini yang sedang diperdebatkan yakni soal harga tiket yang terlalu tinggi untuk dapat melihat acara pembukaan. Ada upaya komersialisasi pelaksanaan PON XVIII oleh panitia. Bukannya untuk meningkatkan perekonomian rakyat, malah menguras uang rakyat. Padahal dalam pelaksanaan PON XVIII telah banyak dana APBD yang notabenenya uang rakyat yang dikucurkan. Untuk mencapai catur sukses yang terakhir ini, seharusnya pemerintah memberdayakan UMKM yang ada dalam hal pengadaan souvenir maupun yang lainnya, bukan lagi melimpahkannya kepada pengusaha-pengusaha dari luar. Selain itu, masyarakat Riau harus dapat mengambil kesempatan emas ini dalam hal peluang bisnis dan perdagangan.
            Jadi, untuk mencapai kesuksesan pelaksanaan PON XVIII di Provinsi Riau dengan catur suksesnya, perlu adanya kesungguhan dari semua pihak, terutama pemerintah yang notabenenya selaku panitia.

Oleh: Al Razi Izzatul Yazid
Menteri Sekretaris Kabinet BEM UNRI 2010-2012
Di  Terbitkan Di Kolom  Youngster Tribune Pekanbaru ,  Edisi Minggu, 09 September 2012



Minggu, 02 September 2012

Persiapan PON Riau Diselimuti Awan Gelap



Oleh: Al Razi Izzatul Yazid
Terbit Pada Kolom Youngster Tribun Pekanbaru Edisi Minggu, 2 September 2012
Menteri Sekretaris Kabinet BEM UNRI 2010-2012

            Pelaksanaan PON XVIII di Provinsi Riau sebenarnya merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Riau. Dengan diselenggarakannya PON di Riau, akan menjadikan Provinsi yang terkenal kaya ini menjadi sorotan 200 juta pasang mata bangsa Indonesia seluruh pelosok tanah air. Seluruh masyarakat Indonesia menaruh harapan besar kepada Provinsi Riau akan gemilangnya pelaksanaan PON di Provinsi Riau mengingat Provinsi Riau merupakan Provinsi Kaya di Indonesia.
            Akan tetapi kebanggaan dan harapan itu akan sirna jika melihat persiapan pelaksanaan PON XVIII yang tinggal hitungan hari masih banyak terdapat kekurangan di sana-sini, baik dari venue, akomodasi hingga jadwal pertandingan yang belum fixs. Padahal jika kita melihat jangka waktu yang tersedia dan anggaran yang telah dikucurkan tidak menjadi keraguan dan hambatan dalam persiapan yang dilakukan.
            Jika melihat waktu persiapan, sebenarnya Provinsi Riau memiliki jangka waktu yang panjang sejak ditetapkannya Provinsi Riau sebagai tuan rumah 6 tahun yang lalu. Semenjak itu, Pemerintah Provinsi Riau sudah gencar melakukan pembangunan beberapa venue. Dan telah mencanangkan slogan Catur Sukses, yakni Sukses Penyelenggaraan, Sukses Prestasi, Sukses Promosi Daerah dan Sukses Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan. Waktu 6 tahun itu merupakan waktu yang tidak singkat. Dengan management yang baik tentunya dapat melakukan persiapan yang maksimal.
            Jika dilihat dari kuncuran dana, jumlah anggaran yang telah dikucurkan pemerintah Provinsi Riau tidak sedikit jumlahnya dapat mempersiapkan PON XVIII dengan maksimal. Dan dibantu juga dari dana APBN yang memang jumlahnya lebih minim dari APBD yang dikucurkan. Sehingga wajar jika saat ini dengan anggaran yang telah berlimpah ruah dikucurkan, namun hasilnya yang amburadul memunculkan pertanyaan dibenak masyarakat, apakah dana tersebut dikorupsi??. Kejadian ini sungguh sangat mencoreng Provinsi Riau di mata masyarakat Indoensia.
            Melihat realitas yang ada menjelang hari H, wajar raut wajah pejabat Pemerintah Provinsi Riau menampakkan kegalauan dan kegamangan akan suksesnya pelaksanaan PON di Bumi Lancang Kuning ini. Betapa tidak, dari tinjauan tim eksistensi bentukan dari Kemenkokesra menemukan 7 dari 54 venue bermasalah, diantaranya, venue futsal, venue lapangan tembak, venue takraw, bolling, billiar, softball dan base ball. Hal ini sangat berbeda dari apa yang diucapkan Gubernur Riau yang mengatakan pembangunan hanya tersisa dua venue lagi.
            Dari pantauan tim, lapangan futsal, bolling dan biliar yang paling mengkhawatirkan karena masih banyak yang belum diselesaikan. Namun kontraktor menjamin venue-venue tersebut akan dapat digunakan pada hari H pelaksanaan PON nantinya, wallahuwallam bishawab. Ada apa dengan ini semua?
            Ketidaksiapan pembangunan venue tersebut mendapat reaksi negatif dari beberapa kontingen. Sebut saja Plt. Ketua KONI Jatim, Erlangga Satriagung yang mengatakan “PON Riau sekarang ini PON amburadul” kepada suarakawan.com (13/08). Selain itu, baru-baru ini tim kontingen sepakbola Papua melayangkan surat protes kepada PB PON sehubungan kondisi lapangan Stadion Narasinga yang tidak becus. Wakil Manager Tim Sepakbola Papua, Nico Dino, mengatakan akan protes keras atas kondisi lapangan, dan akan tidak menurunkan timnya apabila tidak ditanggapi suratnya, kepada riaukita.com (30/08).
            Dua reaksi negatif dari tim tamu tersebut merupakan tamparan keras bagi pemerintah Provinsi Riau. Sebagai tuan rumah, seharusnya kita memberikan pelayanan dan sarana pra sarana yang sempurna sehingga dapat memberikan kepuasan kepada tim tamu. Dua reaksi negatif ini menambah catatan kelam persiapan pelaksanaan PON di Bumi lancang Kuning ini. Melengkapi  kasus suap PON yang menyerat 10 anggota DPRD Provinsi Riau sebagai tersangka yang kini menjadi perbincangan publik di media massa dan media elektronik di Indonesia. Sehingga dapat dikatakan gaung persiapan pelaksanaan PON Riau terselimuti awan gelap.
            Fakta-fakta diatas menggambarkan bahwa SDM yang saat ini menduduki posisi strategis di Pemerintahan tidak memiliki skill managerial yang baik. Selain itu, dalam kasus suap yang terjadi mencerminkan bahwa pemerintah Provinsi Riau tidak dapat mengemban amanah dari masyarakat Indonesia. Mereka para pejabat elit lebih mementingkan kesenangan pribadi daripada kesenangan masyarakat bersama.
           

Minggu, 26 Agustus 2012

Semua Kasus Korupsi Harus Sama di Kawal



Oleh: Al Razi Izzatul Yazid
Terbit Pada Kolom Youngster Tribune Pekanbaru Edisi Minggu, 26 Agustus 2012
Menteri Sekretaris Kabinet BEM UNRI 2010-2012

            Dibalik kemegahan dan gemerlap pembangunan di Provinsi Riau terselubung dua buah mega kasus korupsi yang melibatkan petinggi-petinggi Riau ini. Bermula terkuaknya kasus korupsi ilegal logging yang sudah menyeret beberapa mantan Bupati dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau hingga yang paling hangat dan menjadi opini publik yakni terseretnya 10 anggota DPRD Provinsi Riau sebagai tersangka kasus suap revisi perda no 6/2010 pembangunan venue lapangan tembak PON XVIII tahun 2012. Namun, terdapat perbedaan dalam hal pembicaraan publik terhadap dua mega kasus korupsi di Provinsi Riau ini. Kasus ilegal logging yang banyak melibatkan petinggi-petinggi daerah Riau ini seakan-akan tenggelam oleh masalah korupsi suap PON.
            Dapat dilihat dalam hal pemberitaan yang kini lebih didominasi mengenai kasus suap PON Riau. Sedangkan kasus ilegal logging yang saat ini dalam tahapan persidangan tersangka Burhanuddin yang merupakan mantan Kadis Kehutanan Provinsi Riau dan juga mantan Bupati Kampar luput dari pemberitaan. Padahal jika dibandingkan antara dua kasus ini, dapat disimpulkan bahwa walau keduanya merugikan negara, namun kasus ilegal logging jelas lebih merugikan negara. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kerugian yang dialami negara, kasus ilegal logging lebih besar merugikan negara hingga Rp 500an Miliar dibandingkan kasus suap PON Riau yang hanya hitungan tidak sampai puluhan Miliar.
            Jika dilihat dalam hal dampak terhadap masyarakat, ilegal logging jelas sangat berdampak luas dibandingkan kasus suap PON Riau, baik bagi lingkungan dan juga sangat dirasakan masyarakat kerugiannya dalam hal rebutan lahan masyarakat yang dijadikan HTI oleh perusahaan.
            Dua kasus korupsi yang saat ini dalam tahapan penyidikan tidak berbeda jauh siapa dalang dibalik semuanya. Semua masyarakat sudah tahu dan bahkan tidak heran lagi dengan semakin banyaknya bermunculan pemberitaan negatif terhadap pemerintah Provinsi Riau. Hal ini dikarenakan menurut akal sehat kita tak mungkin orang nomor satu di Provinsi Riau tidak terlibat dalam dua mega kasus ini. Oleh karenanya, dua mega kasus ini harus sama-sama dikawal oleh seluruh elemen masyarakat Riau. Jangan hanya kita fokus terhadap kasus suap PON saja yang jelas–jelas tertangkap basah terjadi tindakan suap. Kasus korupsi ilegal logging harus menjadi prioritas karena harus diungkap hingga pelaku utamanya yang tak lain dan tak bukan orang nomor satu di Provinsi Riau ini.

Minggu, 12 Agustus 2012

KPK Jangan Ragu



Oleh: Al Razi Izzatul Yazid
Terbit Pada Kolom Youngster Tribune Pekanbaru Edisi Minggu, 12 Agustus 2012
Mantan Menteri Sekretaris Kabinet BEM UNRI 2010-2012

Keberadaan Provinsi Riau sebagai Tuan Rumah PON 2012 adalah sebuah kebanggaan besar bagi masyarakat Riau. Namun, torehan yang langka dan luar biasa ini dinodai oleh perilaku wakil rakyat dengan terkuaknya kasus suap revisi Perda No 6/2010. Hingga saat ini KPK telah menetapkan sebanyak 12 tersangka, yang mana 10 di antaranya adalah wakil rakyat.
Perkembangan kasus suap PON ini sudah sampai persidangan 2 tersangka yakni Lukman Abbas dan Eka Dharma. Dan telah dihadirkan beberapa saksi yang salah satunya Pemimpin negeri ini yakni Gubernur Riau Rusli Zainal. Nama Gubernur Riau memang telah sering disebut-sebut 2 tersangka ini dalam persidangan.
Rusli Zainal dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan yang dilakukan pada hari Rabu (08/08), tepat sehari sebelum pelaksanaan peringatan Hari Ulang Tahun Provinsi Riau. Dalam kesaksiannya Gubernur Riau pada awalnya tidak mengakui mengenai “uang lelah” kepada anggota DPRD untuk memuluskan langkah revisi perda no 6/2010. Namun, yang menarik dan sungguh sangat memalukan dengan diputarnya rekaman sadapan telpon yang didalamnya terdengar suara Gubernur Riau dengan beberapa anggota DPRD dan ajudannya. Dan setelah diputar barulah orang nomor satu di Provinsi ini mengakui bahwasanya suara dalam rekaman adalah suara beliau. Apakah ini tanda-tanda akan diseretnya orang nomor satu di Provinsi Riau ini menjadi tersangka?
Kejadian dipersidangan ini memang menjadi pembicaraan publik. Betapa tidak hampir seluruh media cetak lokal menerbitkan pemberitaan tersebut sebagai headline di halaman depan. Sehingga terbangun opini bahwasanya kemungkinan besar orang nomor satu di Provinsi ini terlibat dalam kasus suap PON ini. Hal ini sangat memungkinkan dengan adanya rekaman pembicaraan tersebut dan Gubernur Riau mengakui bahwasanya suara beliau.
Kasus korupsi PON ini harus segera diselesaikan. Dan sangat diharapkan kepada KPK jangan ragu untuk segera mengungkapkan ataupun menetapkan orang nomor satu di Provinsi Riau ini menjadi tersangka apabila sudah mendapat bukti yang kuat. Karena penyelenggaraan PON ini adalah sebuah penghargaan besar masyarakat Indonesia bagi Provinsi ini, sehingga dengan selesainya kasus ini maka tidak akan menggangu jalannya penyelenggaraan PON ini.

Minggu, 22 Juli 2012

Peranan Pemerintah Menyelesaikan Konflik Agraria



Oleh: Al Razi Izzatul Yazid
Terbit Pada Kolom Youngster Tribun Pekanbaru Edisi Minggu, 22 Juli 2012
Menteri Sekretaris Kabinet BEM UNRI Periode 2010-2012

Konflik Agraria seakan terus mengalir tanpa berkesudahan. Dimulai dari peristiwa Mesuji di Lampung, Bima di NTB dan yang paling hangat di Provinsi Riau ini yakni kasus Pulau Padang yang hingga saat ini belum ada penyelesaian. Beberapa kasus tersebut merupakan contoh sebagian kecil dari kasus konflik yang menyangkut masalah agraria di daerah yang jarang kita ketahui. Namun, konflik agraria sejatinya bukanlah hal yang baru di Indonesia. Sejak lama bahkan semenjak masa kolonial, perebutan lahan telah terjadi antara petani dengan pemerintah maupun petani dengan kelompok pengusaha.
Baru-baru ini kembali mucul konflik lahan ulayat masyarakat Senama Nenek Kabupaten Kampar dengan salah satu perusahaan BUMN yakni PTPN V. Carut-marut penyelesaian sengketa lahan antara warga desa Sinamanek Kecamatan Tapung, Kampar dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN V) hingga saat ini masih belum menemukan titik temu.Sehingga persoalan perundingan yang sudah disepakati kedua belah pihak belum lama ini semakin lama malah semakin nyaris kabur pula.
Anehnya meskipun persolan sengketa lahan ini sudah menjadi persoalan serius antara PTPN V dengan warga Sinamanenek sejak tahun 1984 lalu, yang juga menjadi perhatian kalangan Pemerintah Kabupaten dan Pemprov Riau. Sepertinya perusahaan plat merah perekebunan di Riau ini tidak mempedulikan jeritan 1400 KK warga desa tersebut.
Menilik historis, awal mulanya PTPN V masuk ke kabupaten Kampar pada tahun 1990 dan membuka lahan seluas 14.537 hektare untuk perkebunan kelapa sawit. Namun, pembukaan lahan tersebut tidak mendapat persetujuan dari masyarakat. Hal ini dikarenakan sebagian lahan pertanian masyarakat dicaplok. Sejak saat itu hubungan antara masyarakat dan PTPN V tidak harmonis, seperti yang diungkapkan Ketua AMPG Taufik Syarkawi di media Suara Riau (28/07).
Pada tahun 1994 kembali PTPN V menyerobot lahan warga seluas 2.800 hektare. Lahan inilah yang saat ini terus diperjuangkan masyarakat Senama Nenek agar dikembalikan PTPN V dikarenakan merupakan lahan ulayat yang sudah turun temurun. Berbagai upaya untuk merebut kembali lahan tersebut sudah dilakukan masyarakat, tetapi tidak berhasil. Kepala Daerah dan DPRD Kampar bahkan telah mengeluarkan teguran keras kepada PTPN V agar lahan seluas 2.800 hektare tersebut dikembalikan kepada warga. Akan tetapi tetap tidak diindahkan oleh PTPN V.
Selain itu, juga telah ada dibuat komitmen pada Senin (16/07) setelah pertemuan di Kantor Perusahaan Terbatas (PT) Perkebunan Nusantara (PN) V Kebun Sungai Kencana, di Desa Sinama Nenek, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar. Komitmen ini dituangkan dalam bentuk Kesepakatan Bersama antara PTPN V dengan Masyarakat Adat Kenegerian Sinama Nenek yang yang ditandatangani dari pihak PTPN V dan juga Ketua Komisi I DPRD Kampar. Akan tetapi, PTPN V melanggar sendiri kesepakatan yang telah dibuat. Dalam artian, PTPN V telah melecehkan Ketua Komisi I DPRD Kampar. Ada apa sebenarnya?
Konflik yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, konflik ini tidak terlepas dari kebijakan pertanahan yang dilakukan pemerintah di masa orde baru yang cenderung bersifat kapitalistik. Maksudnya, peraturan mengenai penguasaan lahan sangat menguntungkan pihak pengusaha misalnya dalam pemberian izin lokasi dan HGU yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Di sisi lain, hal tersebut menimbulkan kerugian bagi petani/masyarakat sekitar yang bertahun-tahun mendiami daerah tersebut dan telah menganggap tanah tersebut sebagai tanah adat/tanah nenek moyang mereka.
Kedua, Dualisme hukum antara hukum adat dan hukum Nasional juga menjadi salah satu penyebab konflik agraria, karena masing-masing pihak mengklaim lahan tersebut sesuai hukum yang mereka pegang. Namun karena Negara ini merupakan Negara Konstitusional jelas Hukum Nasional lebih didahulukan daripada Hukum Adat.
Ketiga, Tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan juga merupakan salah satu pemicu konflik agraria yang lebih besar. Aparat Keamanan dianggap tidak berpihak kepada rakyat dan cenderung menguntungkan pihak pengusaha.
Dari beberapa faktor penyebab di atas maka dalam menyelesaikan konflik lahan ini tentunya pemerintah punya peranan penting. Bukan sekedar mediasi saja, akan tetapi harus dapat mengeluarkan keputusan-keputusan yang tentunya jangan sampai merugikan masyarakat. Beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah yaitu; Pertama, Pemerintah harus menindak tegas sikap yang dilakukan PTPN V dengan melanggar komitmen yang telah disepakati. Kedua, aparat penegak hukum seharusnya berlaku adil. Ketiga, pemerintah dapat membentuk tim pencari fakta dalam hal mencari kebenaran yang sebenarnya atas kepemilikan tanah. Keempat, mereformasi agraria seperti pembahasan RUU mengenai desa yang mengatur juga tentang pengelolaan sumber daya alam di desa. Kelima, segera dibuat peraturan pelaksanaan dari pasal 22 ayat (1) Undang- undang Pokok Agraria Tahun 1960, khusunya tentang terjadinya hak milik menurut hukum adat.


Minggu, 24 Juni 2012

Keselamatan Warga lebih Utama



Oleh: Al Razi Izzatul Yazid
Terbit di Kolom Youngster Tribune Pekanbaru Edisi Minggu, 24 Juni 2012
Menteri Sekretaris Kabinet BEM Universitas Riau 2010-2012

 Keberadaan Jembatan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzamsyah atau yang lebih dikenal dengan Jembatan Siak III sangat didambakan masyarakat. Melihat kondisi semakin pesatnya pertumbuhan penggunaan kendaraan bermotor di Kota Pekanbaru dan ditambah dengan kondisi jembatan Leighton yang sudah berumur, maka perlu adanya jembatan baru sebagai penghubung dua kecamatan di seberang sungai siak dengan pusat kota. Akan tetapi miris rasanya melihat kondisi jembatan siak III yang diresmikan Gubernur Riau belum lama ini. Masih saja terdapat polemik yang mendera keberadaan Jembatan Siak III ini.
Pada awal peresmian, polemik yang muncul yakni melengkungnya bagian tengah jembatan sehingga perlu adanya pemeriksaan ketahanan jembatan. Selesai satu masalah, kini muncul kembali polemik yakni 4 hanger baja penahan jembatan menahan beban yang melebihi kapasitasnya. Hal ini yang sampai saat ini masih dipertanyakan kelayakan dari jembatan Siak III ini. Permasalahan ini belum juga diambil langkah cepat oleh Dinas PU. Ada ap sebenarnya dengan pembangunan jembatan Siak III ini?. Dari awal diresmikan hingga saat ini terus didera beberapa permasalahan dan terus dievaluasi.
Pembangunan jembatan yang konon katanya menghabiskan dana miliaran rupiah ini sangat bertolakbelakang dengan kondisi kelayakan untuk keselamatan penggunanya. Masih teringat di benak kita trgedi putusnya jembatan kutai kartanegara di Kalimantan yang menewaskan banyak orang. Apakah tidak menjadi pelajaran bagi Dina PU dalam membangun Jembatan Siak III ini? Apakah hanya mengejar momentum perayaan hari kelahiran Istri Gubernur Riau dalam meresmikan tanpa melihat apakah sudah layak dibuka untuk umum?
Dalam membangun sarana prasarana untuk khalayak ramai seharusnya pemerintah benar-benar memastikan keselamatan penggunanya. Bukan malah mengejar acara eremonial belaka dalam peresmian dan berakhir tragis nantinya. Dan evaluasi yang saat ini dilakukan harus benar-benar menyeluruh. Karena keselamatan warga lebih penting ketimbang dengan kemegahan yang hanya di pandang mata orang luar. Dinas terkait harus melakukan evaluasi dengan segera dan apapun hasilnya sesegera mungkin diumumkan kepada masyarakat.

Minggu, 27 Mei 2012

Pilih CAGUBRI yang Amanah


            Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Riau masih satu tahun mendatang, namun sejumlah tokoh yang berminat maju menjadi calon gubernur maupun wakil gubernur terus bermunculan. Mereka seperti berlomba-lomba untuk merebut kursi no 1 di Provinsi Riau ini. Sebut saja, Jon Erizal, Lukman Edy, Wan Abubakar, Indra Mukhlis, Herman Abdullah, Syamsurizal dan baru-baru ini Zulkarnain Kadir menyatakan akan maju dalam Pilgubri tahun 2013 nanti.
            Bakal calon berlomba-lomba dalam menarik simpati masyarakat dengan baleho-baleho yang sudah bertebaran di setiap sudut jalan Kota Bertuah ini. Mereka berlomba dengan beraneka jargon politik yang disampaikan lewat baliho tersebut. Baliho itu melambangkan sepertinya mereka sanggup dan mampu untuk menjadi pemimpin. Dalam arti kata mereka sanggup menjalankan amanah dari rakyat, apakah benar?.
            Pada saat pemilihan nantinya pada tahun 2013, tentunya kita sebagai masyarakat jangan sampai asal pilih pemimpin. Pilihlah pemimpin yang benar-benar dapat menjalankan amanah dan jangan pilih pemimpin yang serakah. Karena realita sekarang yang terjadi, masyarakat kita dihadapkan dengan banyaknya masalah-masalah yang tidak terselesaikan. Hal ini dikarenakan hilangnya amanah tersebut dari pemimpin kita. Amanah sangat dekat dengan kejujuran. Kalau manusia sudah tidak jujur, banyak hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi. Untuk menjadi sosok pemimpin yang baik dan dapat dibanggakan oleh masyarakat jangan sampai amanah dan kejujuran dilupakan.
            Pemimpin yang cemerlang adalah mereka yang dapat menjalankan amanah yang dipikulnya dengan ikhlas. Amanah menjadikan seseorang bertanggungjawab dengan tugas yang diberikan. Dalam pemerintahan seperti Gubernur dan Walikota, adalah orang yang dipercaya untuk menjalankan amanah dari rakyatnya. Maka ia harus menunaikannya, karena amanah adalah kewajiban dan harus dipegang penuh ketika amanah itu kita terima.
Pemimpin yang baik harus menjalankan tugas dan kewajiban yang diamanahkan kepadanya, diantaranya kebenaran dan dapat menguasai hawa nafsunya. Siapapun yang nantinya maju dalam Pilgubri dan terpilih, maka mereka harus berusaha menegakkan kebenaran dan keadilan, tidak berlaku kejam dan semena-mena. Dalam mengambil keputusan hendaknya didasarkan kepada alasan-alasan yang objektif, bukan berdasarkan kebencian like dan dislike dan bersikap apriori. Dan tentunya dalam mengambil simpatik masyarakat butuh kerja nyata, jangan hanya mengumbar janji-janji dan seremonial belaka. Karena kepemimpinan itu adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan.

                                                                                                              Oleh: Al Razi Izzatul Yazid
Menteri Sekretaris Kabinet BEM UNRI
Di  Terbitkan Di Kolom  Youngster Tribune Pekanbaru ,  Edisi Minggu,  26 Mei 2012



Minggu, 04 Maret 2012

PT RAL Sebaiknya Di TUTUP


PT RAL  merupakan BUMD milik daerah yang merupakan kebanggan masyarakat RIAU. Bahkan telah menjadi komitmen pemegang saham yang terdiri dari beberapa bupati dan pimpinan daerah se- Provinsi Riau yang  mengatakan tidak hanya keuntungan atau profit yang didapatkan, tapi keberadaan PT RAL melihatkan marwah dan citra Riau. Masyarakat Riau seharusnya bangga dengan keberadaan perusahan ini kerena besar ekspektasi masyarakat dengan keberadannya mampu meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang uangnya dapat digunakan sebesar-besarnya untuk masyarakat RIAU. Akan tetapi dalam perjalanan banyak persoalan yang mendera PT RAL ini. Bukannya memberikan penghasilan kepada daerah, justru keuangan rakyat yang bersumber dari APBD yang mensubsidi PT RAL.
Sejak beroperasi 10 tahun yang lalu, tepatnya pada Desember 2002, maskapai RAL ini didera berbagai macam persoalan. Konflik horizontal yang terjadi di dalam BUMD ini sebut saja seperti mudurnya tiga pemegang kunci karena kecewa dengan sikap dewan komisaris yang tidak tegas, bahkan sekitar 216 karyawan dari 280 karyawan RAL menandatangani mosi tidak percaya. Banyaknya karyawan yang di PHK dan mengundurkan diri serta keterlambatan dalam pembayaran pesangon menjadi persoalan yang membelit PT RAL.
Tidak itu saja permasalahan yang terjadi pada PT RAL. Keuangan menjadi persoalan utama, dimana PT RAL tidak pernah mengalami keuntungan bahkan selalu krisis dengan keuangan bahkan berujung dengan tidak terbangnya pesawat. Dinamika BUMD yang tidak sehat, membuat lima pemerintah daerah sudah mengajukan penarikan saham investasi dari RAL. Kelima pemerintah daerah itu adalah pemerintah Provinsi Lampung, Pemprov Bengkulu, Pemprov Bangka Belitung, Pemerintah Kabupaten Nias, dan Pemkab Natuna. Alasan pemprov masing-masing sangat beragam, Bangka Belitung contohnya mengatakan penerbangan PT RAL tidak lagi menerbangi wilayah Bangka Belitung, jadi PT RAL tidak memberikan manfaat apa-apa untuk masyarakat Belitung pemerintahan Bangka Belitung memiliki saham senilai Rp 1 Miliar di PT RAL. Pemerintah Natuna juga telah mencabut saham di PT RAL Rp 9,5 Miliar penarikan saham terkait dengan besarnya subsidi yang dikeluarkan.
Pasang surut RAL apakah layak dipertahankan dengan berbagai persoalan yang ditinggalkan. RAL ibarat ada dan tiada, namanya ada sedangkan pruduktifitas dan keuntungan dari BUMD ini jauh panggang dari api yang diharapkan oleh masyarakat. Pemerintah selalu mengupayakan untuk BUMD kebanggaan masyarakat Riau ini di pertahankan, upaya yang dilakukan pemerintah dengan cara mengalokasikan anggaran dari APBD Provinsi Riau untuk biaya operasional. Sebenarnya upaya ini  sudah sering dan acap kali dilakukan oleh pemerintah Provinsi Riau,  bahkan menjadi perdebatan di kalangan anggota dewan dikarenakan RAL tidak jelas meliputi manajemen dan progress. Semangat pemerintah di tengah carut-marut BUMD ini seperti pemerintah malu menjilat lidah sendiri tentang komitmen yang selau dipropaganda membangkitkan RAL. Seperti contoh pengucuran dana sebesar Rp 30 Milliar dari APBD tahun2011 ternyata belum mampu untuk membayar pesangon eks 200 karyawan RAL, apalagi untuk menerbangkan pesawat Fokker 50.
Padahal alasan pengucuran dana sebesar Rp 30 milliar dengan dalih agar pesawat fokker 50 dapat terbang. Upaya yang dilakukan pemerintah hanya mimipi dan angan-angan belaka bagaimana investor  menanamkan saham dan modal kalau manajemen RAL tidak dibersihkan. Pemerintah harus melihat persolaan ini secara rasional mana mungkin RAL mendapatkan keuntungan dengan hanya rute penerbangan yang terbatas.
Keinginan Gubernur Riau, Rusli Zainal untuk menerbangkan kembali maskapai RAL pada maret 2012 ini ibarat keluar dari mulut buaya masuk ke dalam mulut harimau. Satu persoalan belum terselesaikan, akan menambah persoalan baru yang tentunya akan membebani APBD. Rusli mengatakan telah menyewa 3 pesawat untuk rute-rute pendek. Apakah dengan tiga pesawat tersebut dapat menutupi anggaran yang besar yang akan dikeluarkan dalam pengoperasian???
Jika melihat aturan dari IATA (badan transportasi Internasional) yang mengharuskan memiliki 5-10 pesawat yang beroperasi setiap hari. Sungguh sangat memaksakan kehendak untuk mengoperasikan kembali RAL. Seharusnya pemerintah bercermin dengan kondisi yan ada, bukan hanya mementingkan keinginan pribadi berharap memperoleh nama di kancah Nasional.
Masyarakat tidak ingin keberadaan RAL hanya sebagai simbol euforia pejabat, akan tetapi subtansial dari keberadaan RAL ini yang diharapkan oleh masyarakat yaitu keuntungan finansial dalam konteks peningkatan ekonomi Riau, yang berdampak kepada kesejahteraan bagi masyarakat Riau
Oleh karena itu, keinginan menerbangkan kembali RAL perlu dikaji dan dipertimbangkan kembali. Apakah akan berdampak meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau malah membebani APBD yang notabenenya uang rakyat?? Malah sebaiknya BUMD seperti RAL ini dibekukan saja karena akan terus membebani APBD. Keberadaan BUMD  yakni mampu menambah pendapatan asli daerah bukan menguras ABPD yang jelas diperuntukan untuk rakyat, ketika BUMD tidak dapat memberikan apa-apa untuk rakyat maka solusi yang bijak adalah BUMDNYA di tutup.

Oleh: Al Razi Izzatul Yazid
Menteri Sekretaris Kabinet BEM UNRI
Terbit Di Kolom Youngster Tribune Pekanbaru, Edisi Minggu 04 Maret 2012

Minggu, 12 Februari 2012

Stuban = Pemborosan Anggaran



Oleh: Al Razi Izzatul Yazid
Terbit Pada Kolom Youngster Tribune Pekanbaru Edisi Minggu, 12 Februari 2012
Menteri Sekretaris Kabinet BEM Universitas Riau

 Kunjungan yang dilakukan oleh para pejabat tinggi kita antara Presiden dan DPR telah menimbulkan polemik bagi rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan karena dana yang digunakan untuk kunjungan ke luar negeri tersebut berasal dari uang rakyat yang notabene akan diputar lagi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi pada kenyataannya, uang tersebut malah dialokasikan untuk hal yang tidak penting, yaitu digunakan untuk kunjungan oleh para petinggi negara kita. Bila presiden yang menggunakan dana tersebut untuk kunjungan ke uar negeri mungkin masih bisa ditolerir. Tapi, yang menggunakan dana tersebut tidak hanya presiden saja, akan tetapi DPR bahkan DPRD juga ikut menggunakan dana alokasi untuk kunjungan ke luar negeri tersebut.
Kebijakan penganggaran sebesar Rp 5 Miliar di APBD 2012 Provinsi Riau untuk kegiatan Studi Banding Anggota DPRD Provinsi Riau  ke Luar Negeri jelas merupakan pemborosan anggaran. Kegiatan yang mengatasnamakan studi banding ini tidak jelas tujuan dan hasil yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Selain memboroskan anggaran negara, efektivitas studi banding belum pernah teruji. Selama ini kegiatan studi banding yang dilakukan anggota dewan ke luar negeri menjadi ajang/kesempatan bagi anggota dewan untuk jalan-jalan tanpa hasil yang di bawa pulang ke tanah air.Dalam setiap studi banding tidak pernah ada laporan, kecuali mungkin oleh-oleh yang dibawa buat keluarganya.
Kita dapat memaklumi penggunaan sejumlah dana, jika memang itu kebutuhan, untuk kepentingan legislasi-pembuatan undang-undang-demi memperjuangkan kepentingan rakyat. Siapa pun tidak akan keberatan jika kunjungan kerja ke luar negeri (meski dengan harga mahal) betul-betul bermanfaat, mendukung kinerja DPRD. Tapi kenyataannya, berbagai perjalanan yang dilakukan para anggota kerap melahirkan cerita-cerita minor, hanya untuk jalan-jalan.
Kalau kenyataannya DPRD tidak mampu memperlihatkan kunjungan kerja ke luar negeri tersebut bermanfaat, yang dapat terlihat dari kinerja DPRD, jelas dana sebesar Rp 5 miliar dimaksud suatu pemborosan. Uang itu jelas lebih bermanfaat jika dijadikan modal usaha rakyat miskin dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakatnya agar jangan sampai ada istilah ayam mati dilumbung padi, karena Riau merupakan daerah yang kaya dengan sumber alamnya, dengan jumlah penduduk miskinnya yang besar. Jika memang hasil kunjungan yang menelan biaya miliaran rupiah tidak ada manfaatnya untuk menunjang kinerja Dewan wajar jika dinilai suatu pemborosan. Sebab, masih banyak persoalan yang mendesak yang harus diselesaikan dinegeri ini. Masalah tapal batas dengan propinsi tetangga, terutama dengan propinsi Sumut, musim hujan negeri ini kebanjiran, dimusim hujan diselimuti kabut asap, rendahnya tingkat pendidikan warga. Dana sebanyak itu juga dapat dimanfaatkan untuk membangun/merehabilitasi sekolah rusak, atau memperbaiki infrastruktur di berbagai kabupaten/kota yang memprihatinkan. Sehingga ketika hujan tiba tidak ada lagi banjir yang melanda dan ketika musim kemarau tidak ada lagi asap yang menyesakan dada