Minggu, 04 Maret 2012

PT RAL Sebaiknya Di TUTUP


PT RAL  merupakan BUMD milik daerah yang merupakan kebanggan masyarakat RIAU. Bahkan telah menjadi komitmen pemegang saham yang terdiri dari beberapa bupati dan pimpinan daerah se- Provinsi Riau yang  mengatakan tidak hanya keuntungan atau profit yang didapatkan, tapi keberadaan PT RAL melihatkan marwah dan citra Riau. Masyarakat Riau seharusnya bangga dengan keberadaan perusahan ini kerena besar ekspektasi masyarakat dengan keberadannya mampu meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang uangnya dapat digunakan sebesar-besarnya untuk masyarakat RIAU. Akan tetapi dalam perjalanan banyak persoalan yang mendera PT RAL ini. Bukannya memberikan penghasilan kepada daerah, justru keuangan rakyat yang bersumber dari APBD yang mensubsidi PT RAL.
Sejak beroperasi 10 tahun yang lalu, tepatnya pada Desember 2002, maskapai RAL ini didera berbagai macam persoalan. Konflik horizontal yang terjadi di dalam BUMD ini sebut saja seperti mudurnya tiga pemegang kunci karena kecewa dengan sikap dewan komisaris yang tidak tegas, bahkan sekitar 216 karyawan dari 280 karyawan RAL menandatangani mosi tidak percaya. Banyaknya karyawan yang di PHK dan mengundurkan diri serta keterlambatan dalam pembayaran pesangon menjadi persoalan yang membelit PT RAL.
Tidak itu saja permasalahan yang terjadi pada PT RAL. Keuangan menjadi persoalan utama, dimana PT RAL tidak pernah mengalami keuntungan bahkan selalu krisis dengan keuangan bahkan berujung dengan tidak terbangnya pesawat. Dinamika BUMD yang tidak sehat, membuat lima pemerintah daerah sudah mengajukan penarikan saham investasi dari RAL. Kelima pemerintah daerah itu adalah pemerintah Provinsi Lampung, Pemprov Bengkulu, Pemprov Bangka Belitung, Pemerintah Kabupaten Nias, dan Pemkab Natuna. Alasan pemprov masing-masing sangat beragam, Bangka Belitung contohnya mengatakan penerbangan PT RAL tidak lagi menerbangi wilayah Bangka Belitung, jadi PT RAL tidak memberikan manfaat apa-apa untuk masyarakat Belitung pemerintahan Bangka Belitung memiliki saham senilai Rp 1 Miliar di PT RAL. Pemerintah Natuna juga telah mencabut saham di PT RAL Rp 9,5 Miliar penarikan saham terkait dengan besarnya subsidi yang dikeluarkan.
Pasang surut RAL apakah layak dipertahankan dengan berbagai persoalan yang ditinggalkan. RAL ibarat ada dan tiada, namanya ada sedangkan pruduktifitas dan keuntungan dari BUMD ini jauh panggang dari api yang diharapkan oleh masyarakat. Pemerintah selalu mengupayakan untuk BUMD kebanggaan masyarakat Riau ini di pertahankan, upaya yang dilakukan pemerintah dengan cara mengalokasikan anggaran dari APBD Provinsi Riau untuk biaya operasional. Sebenarnya upaya ini  sudah sering dan acap kali dilakukan oleh pemerintah Provinsi Riau,  bahkan menjadi perdebatan di kalangan anggota dewan dikarenakan RAL tidak jelas meliputi manajemen dan progress. Semangat pemerintah di tengah carut-marut BUMD ini seperti pemerintah malu menjilat lidah sendiri tentang komitmen yang selau dipropaganda membangkitkan RAL. Seperti contoh pengucuran dana sebesar Rp 30 Milliar dari APBD tahun2011 ternyata belum mampu untuk membayar pesangon eks 200 karyawan RAL, apalagi untuk menerbangkan pesawat Fokker 50.
Padahal alasan pengucuran dana sebesar Rp 30 milliar dengan dalih agar pesawat fokker 50 dapat terbang. Upaya yang dilakukan pemerintah hanya mimipi dan angan-angan belaka bagaimana investor  menanamkan saham dan modal kalau manajemen RAL tidak dibersihkan. Pemerintah harus melihat persolaan ini secara rasional mana mungkin RAL mendapatkan keuntungan dengan hanya rute penerbangan yang terbatas.
Keinginan Gubernur Riau, Rusli Zainal untuk menerbangkan kembali maskapai RAL pada maret 2012 ini ibarat keluar dari mulut buaya masuk ke dalam mulut harimau. Satu persoalan belum terselesaikan, akan menambah persoalan baru yang tentunya akan membebani APBD. Rusli mengatakan telah menyewa 3 pesawat untuk rute-rute pendek. Apakah dengan tiga pesawat tersebut dapat menutupi anggaran yang besar yang akan dikeluarkan dalam pengoperasian???
Jika melihat aturan dari IATA (badan transportasi Internasional) yang mengharuskan memiliki 5-10 pesawat yang beroperasi setiap hari. Sungguh sangat memaksakan kehendak untuk mengoperasikan kembali RAL. Seharusnya pemerintah bercermin dengan kondisi yan ada, bukan hanya mementingkan keinginan pribadi berharap memperoleh nama di kancah Nasional.
Masyarakat tidak ingin keberadaan RAL hanya sebagai simbol euforia pejabat, akan tetapi subtansial dari keberadaan RAL ini yang diharapkan oleh masyarakat yaitu keuntungan finansial dalam konteks peningkatan ekonomi Riau, yang berdampak kepada kesejahteraan bagi masyarakat Riau
Oleh karena itu, keinginan menerbangkan kembali RAL perlu dikaji dan dipertimbangkan kembali. Apakah akan berdampak meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau malah membebani APBD yang notabenenya uang rakyat?? Malah sebaiknya BUMD seperti RAL ini dibekukan saja karena akan terus membebani APBD. Keberadaan BUMD  yakni mampu menambah pendapatan asli daerah bukan menguras ABPD yang jelas diperuntukan untuk rakyat, ketika BUMD tidak dapat memberikan apa-apa untuk rakyat maka solusi yang bijak adalah BUMDNYA di tutup.

Oleh: Al Razi Izzatul Yazid
Menteri Sekretaris Kabinet BEM UNRI
Terbit Di Kolom Youngster Tribune Pekanbaru, Edisi Minggu 04 Maret 2012

0 komentar:

Posting Komentar