Jumat, 14 Februari 2014

Di Timur Matahari Indonesia yang Kuimpikan


“Hitam kulit,,, keriting rambut... Aku Papua...”
Sebaris lirik lagu yang mengingatkan kita bahwa bangsa Indonesia, adalah bangsa yang heterogen, baik suku, ras, agama, bahkan jenis rambut dan warna kulitpun beragam dari putih luruh dan keriting hitam. Sesuai dengan semboyan kita Bhineka Tunggal Ika, walau berbeda tetapi tetap satu jua...
Aku hanya segelintir pemuda yang benar-benar peduli akan masalah kemiskinan, pendidikan, dan keragaman. Telah 68 tahun bangsa Indonesia merdeka, tetapi masih banyak masyarakat Indonesia yang belum merasakan nikmat dari kemerdekaan itu, khususnya di Timur Matahari bumi Pertiwi Indonesia...

Tahun 2014 ku awali dengan manis. Sebuah kewajibanku yang masih tertunda, akan kutuntaskan di pertengahan tahun ini. Dan alhamdulillah langkah awal yang manis telah kulalui dengan mulus di awal tahun ini. Sebuah asa yang masih menggelantung dan menjadi beban pikiran orang tua ku akan kutunaikan dan kugapai. 3 langkah lagi akan kulangkahkan kaki dan kutanamkan azzamku untuk menyegerakannya sehingga senyum simpul tersungging dari kedua orang tuaku.
Tiga tahun sudah ku berkelana ke beberapa daerah di Indonesia semenjak 2010 ketika tingkat tiga kulalui kuliah di Universitas Riau. Dengan modal prestasi dan aktif di organisasi kampus, aku berhasil menyambangi daerah-daerah di Indonesia di mulai dari pulau Sumatera, Jawa, hingga Kalimantan. Masih tersisa dua pulau besar yang belum kusambangi untuk berbagi dan menjalin komunikasi dengan sahabat-sahabat disana, yakni Pulau Sulawesi dan Papua.
Di awal aku menginjakkan kaki di bangku kuliah, pernah berpikir dan memiliki impian agar dapat keliling Indonesia dari sabang sampai merauke. Dan kini telah 3 pulau besar kusambangi, tersisa dua pulau besar lagi. Di tahun terakhirku di bangku kuliah S1 ini aku azzamkan niat bahwa impianku harus ku gapai segera di tahun ini.
Telah banyak sahabat dan pengalaman luar biasa yang kuperoleh dari tiga tahun yang telah kulalui dengan penuh rintangan. Namun, masih terasa ada yang kurang saat kumelihat bentangan negeri ini yang terbentang dari Sabang-Merauke. Walau terkadang ada nada-nada bimbang yang mengatakan sangat-sangat rugi sekali diriku ini yang tak kunjung segera menyelesaikan study S1, namun aku berkeyakinan bahwa ada sesuatu yang indah tersembunyi di balik kisah ini. Karena Allah SWT Maha Pengasih dan Pemurah.
Saat ini, hari-hari kulalui dengan semangat dan niat yang kuat bahwa janjiku pada orang tua akan kulunasi dan impianku yang belum terwujud di awal kuliah lalu akan segere kuwujudkan. Sebagai seorang relawan, dengan segudang kontribusi untuk menebar manfaat bagi orang banyak, tak pernah kupinggirkan urusan akademisku. Tiga tahun sudah kulalui berorganisasi di Kampus telah mengajarkanku akan banyak hal dan bagaimana agar menyeimbangkan aktifitas akademis dan non akademis. Hal ini yang membuat hari-hari yang kulalui begitu bermakna dan selalu berusaha agar berkesan bagi orang banyak.

Tiga tahun sudah aku bergabung di dunia relawan ini. Dan tahun ini adalah tahun keempatku di dunia kerelawanan ini. Aku merasa menyesal mengapa ditahun pertama dan keduaku di dunia kerelawanan ini tidak aku maksimalkan kontribusiku. Dua tahun telah ku sia-siakan kesempatan emas untuk dapat menebar kebaikan untuk orang banyak. Menebar senyum untuk anak-anak Indonesia generasi emas penerus bangsa ini. Di tahun ketiga aku memulai untuk lebih bermanfaat untuk orang banyak. Aku merasakan nikmatnya dunia kerelawanan ini semenjak aku resmi dilantik menjadi relawan saat Diksar Relawan RZ 2013 yang lalu.
Aku berkeyakinan, impianku akan terwujud melalui dunia kerelawanan ini. Semenjak tahun lalu kudengar bahwasanya Relawan RZ dipercayai mendapat tempat dalam kegiatan Bhakesra yang ditaja oleh Kemenkokesra. Yang melaksanakan kegiatan mengarungi lautan Indonesia menuju pulau-pulau di Indonesia dan salah satu rutenya menuju Timur Indonesia. Awal memperoleh info di tahun lalu, langsung dengan respon yang cepat kudaftarkan diri untuk dapat berpartisipasi. Namun, Allah SWT berkehendak lain, aku belum diberi kesempatan untuk dapat mengikutinya. Aku berpikir, ya mungkin karena kontribusiku belum banyak dirasakan oleh orang lain.
Aku terus berkarya dan berkontribusi bagi ibu pertiwi, bagi seluruh masyarakat Indonesia agar terukir senyum di bibir mereka. Aku azzamkan dalam diriku bahwa setiap agenda kerelawanan jangan sampai terlewatkan. Sebisa mungkin dapat berkontribusi baik dengan tenaga, pikiran maupun dengan tulisanku ataupun gambar-gambar dari hasil jepretan kamera.
Dan tahun ini, ku memperoleh info banyak peluang-peluang yang dapat mewujudkan impianku. Dan salah satunya dengan program yang sama yakni Bhakesra yang rencananya akan menyambangi pulau Raja Ampat, Papua. Pikirku menerawang seketika, dan mengingat tulisan-tulisan karya inspiratif yang dituliskan sahabatku yang saat ini mengabdi untuk negeri di tanah Papua. Dengan semangat tinggi mendidik anak-anak Papua untuk dapat mengenyam dunia pendidikan. Akankah aku akan dapat menyusulnya menginjakkan kaki Di Timur  Matahari Indonesia, Tanah Papua?. Untuk dapat berkontribusi dan menebar manfaat untuk anak-anak Papua. Agar mereka dapat tersenyum seperti halnya kita di Barat ini. Karena, seperti yang kubaca dari tulisan salah satu teman yang bertemu dalam suatu forum yang memaparkan bahwasanya di Timur Matahari bumi pertiwi ini masih banyak kemiskinan yang mencekam. Masyarakat hidup bergantung dengan alam, namun alamnya berangsur-angsur mulai binasa akibat ulah tangan tak bertanggungjawab. Remajanya masih banyak yang tidak dapat membaca maupun menulis namanya sendiri. Inilah potret negeri ini, yang tidak meratanya pembangunan pendidikan. Gedung-gedung tinggi nan megah menjulang di kota-kota, sementara tak satupun gubuk pendidikan berdiri di daerah pedalaman ini. Beginilah potret tragis nasib bangsa ini, yang miskin semakin miskin yang kaya semakin kaya, yang pandai semakin pandai dan yang bodoh semakin bodoh. Kalaupun ada bangunan pendidikan, tetapi tidak disertai dengan tenaga pengajarnya, apalah arti sebuah bangunan pendidikan kalau tidak ada tenaga pengajarnya. Inilah potret pendidikan di Timur Matahari bumi pertiwi.
Hal inilah yang menjadikan sebab ketertarikanku untuk dapat menginjakkan kaki di Timur Matahari bumi pertiwi Indonesia. Sebagai Pemuda, kitalah yang memegang tanggungjawab ini untuk masa depan anak-anak generasi penerus bangsa. Kitalah yang harus banyak berbuat dan berkontribusi untuk bumi pertiwi ini. Aku mengazzamkan di dalam diri bahwasanya akulah yang akan menjadi pelita dalam kegelapan di Timur Matahari bumi pertiwi Indonesia.
Namun, semua impianku ini bukan kujadikan sebagai target utamaku dalam berkontribusi di dunia kerelawanan ini. Namun, dalam hati kecil aku berkata pada diri sendiri, kita lewati saja setiap proses yang ada. Sesuatu itu didapat sesuai dengan usaha dan kerja keras serta niat ikhlas yang telah kita lakukan. Dan aku beranggapan bahwa ketika nantinya impianku terwujud melalui dunia kerelawanan, aku berpikir bahwa inilah hadiah atau anugrah yang akan Allah SWT titipkan kepadaku melalui jalan ini. Aamiin.

1 komentar:

  1. semangat ya Ari...insyaallah ketika ada niat yang baik maka akan ada jalan untuk itu semua.
    segera tuntaskan tugas utamamu di kampus...salam pengabdian!

    BalasHapus