Minggu, 16 Oktober 2011

PSU Dipolitisasi

Pesta demokrasi Kota Pekanbaru yang telah dilaksanakan 5 bulan yang lalu tepatnya 18 Mei 2011 diwarnai dengan gugatan salah satu pasangan calon yang tidak menerima hasil pemilukada ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini sudah biasa terjadi pada setiap pelaksanaan pemilihan kepala daerah di seluruh Indonesia. Pasangan calon yang kalah kebanyakan tidak menerima hasil akhir dan melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan delik alasan banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Dari beberapa sengketa Pilkada yang masuk ke Mahkamah Konstitusi, hasil putusannya pemungutan suara ulang yang hanya dilakukan pada daerah/TPS yang bermasalah saja. Akan tetapi beda halnya denga sengketa pilkada Kota Pekanbaru, Mahkamah Konstitusi memutuskan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS dengan tenggat waktu 90 hari setelah amar putusan ditetapkan. Hal ini sangat jarang terjadi, dan penuh dengan kejanggalan-kejanggalan. Namun, keputusan MK tidak dapat diganggu gugat dan harus dihormati oleh semua pihak.
Sejak amar putusan MK ditetapkan, KPU Kota Pekanbaru yang saat itu dipimpin oleh Yusri Munaf langsung menggelar rapat pleno dan menetapkan PSU dilaksanakan pada tanggal 14 September 2011. Akan tetapi beberapa hari berselang, Jabatan ketua KPU Kota Pekanbaru yang dipegang oleh Yusri Munaf digantikan oleh Makmur Hendrik dengan alasan yang tidak jelas. Sejak pergantian Ketua, badai politik berhembus di internal KPU Kota Pekanbaru. KPU Kota Pekanbaru tidak menyanggupi pelaksanaan PSU pada tanggal 14 September 2011 dengan alasan tidak adanya anggaran. Badai inipun semakin kencang seiring masa jabatan Walikota Pekanbaru Herman Abdullah berakhir ada tanggal 17 Juli 2011. Ditunjukknya Syamsurizal sebagai Penjabat Walikota, menambah warna pada polemik PSU Walikota Pekanbaru. Syamsurizal berusaha mencari kesalahan-kesalahan yang dilakukan Herman Abdullah, dan melakukan pembohongan publik dengan menyatakan bahwa anggaran Kota Pekanbaru defisit. Selain itu, usaha politisasi yang dilakukan Syamsurizal yaitu dengan melakukan mutasi dan demosi besar-besaran dilingkungan pejabat Kota Pekanbaru. Hal ini jelas melanggar konstitusi dan tampak usaha memenangkan salah satu calon dengan menempatkan orang-orang pilihannya di jabatan-jabatan strategis dipemerintahan Kota Pekanbaru.
Dengan tidak terlaksananya PSU pada tanggal 14 September 2011, MK kembali mengadakan sidang dengan memanggil semua pihak yang terkait. Dan selama persidangan, terungkap semua kejanggalan-kejanggalan yang berusaha menggagalkan pelaksanaan PSU. Akan tetapi, sungguh sangat mengejutkan kembali putusan MK yang menyatakan PSU ditunda dan harus dilaksanakan setelah 90 + 7 hari setelah diputuskan pada tanggal 8 Oktober 2011. Keputusan MK ini sangat aneh, dikarenakan tidak konsistennya hakim dalam hal mengingat, menimbang dan memutuskan. Dan juga putusan ini sama halnya dengan keputusan MK yang pertama dengan tidak adanya konsekuensi yang akan diterima apabila putusan tidak dilaksanakan Hal ini sangat jelas adanya upaya pihak-pihak untuk mempolitisasi pelaksanaan PSU di Kota Pekanbaru.


Al Razi Izzatul Yazid
Menteri Sekretaris Kabinet BEM Universitas Riau

0 komentar:

Posting Komentar