PT RAL merupakan BUMD milik daerah yang merupakan
kebanggan masyarakat RIAU. Bahkan telah menjadi komitmen pemegang saham yang
terdiri dari beberapa bupati dan pimpinan daerah se-
Provinsi Riau yang mengatakan tidak hanya keuntungan atau profit
yang didapatkan, tapi keberadaan PT RAL melihatkan marwah dan citra Riau.
Masyarakat Riau seharusnya bangga dengan keberadaan perusahan ini kerena besar ekspektasi
masyarakat dengan keberadannya mampu meningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang uangnya dapat digunakan sebesar-besarnya
untuk masyarakat RIAU. Akan tetapi dalam perjalanan banyak persoalan yang
mendera PT RAL ini. Bukannya memberikan
penghasilan
kepada daerah, justru
keuangan rakyat yang bersumber dari APBD yang mensubsidi PT RAL.
Sejak
beroperasi 10 tahun yang lalu, tepatnya pada Desember 2002, maskapai RAL ini
didera berbagai macam persoalan. Konflik
horizontal yang terjadi di dalam BUMD ini sebut saja seperti mudurnya tiga
pemegang kunci karena kecewa dengan sikap dewan komisaris yang tidak tegas, bahkan sekitar 216
karyawan dari 280 karyawan RAL menandatangani
mosi tidak percaya. Banyaknya
karyawan yang di PHK dan mengundurkan diri serta keterlambatan dalam pembayaran
pesangon menjadi persoalan yang membelit PT RAL.
Tidak itu saja permasalahan yang
terjadi pada PT RAL. Keuangan menjadi persoalan utama, dimana PT RAL tidak pernah mengalami keuntungan
bahkan selalu
krisis dengan keuangan
bahkan berujung dengan tidak terbangnya pesawat. Dinamika BUMD yang tidak sehat,
membuat lima pemerintah daerah sudah mengajukan penarikan saham investasi dari RAL. Kelima
pemerintah daerah
itu adalah pemerintah Provinsi Lampung, Pemprov Bengkulu, Pemprov Bangka
Belitung, Pemerintah Kabupaten Nias, dan Pemkab Natuna. Alasan pemprov
masing-masing sangat beragam,
Bangka Belitung contohnya mengatakan penerbangan PT RAL tidak lagi menerbangi
wilayah Bangka Belitung, jadi PT RAL tidak memberikan manfaat apa-apa untuk
masyarakat Belitung pemerintahan Bangka Belitung memiliki saham senilai Rp 1
Miliar di PT RAL. Pemerintah Natuna juga telah mencabut saham di PT RAL Rp 9,5
Miliar penarikan
saham terkait dengan besarnya subsidi yang dikeluarkan.
Pasang surut RAL apakah layak dipertahankan dengan
berbagai persoalan yang ditinggalkan.
RAL ibarat ada dan tiada,
namanya ada sedangkan pruduktifitas dan keuntungan dari BUMD ini jauh panggang dari api yang
diharapkan oleh masyarakat. Pemerintah selalu mengupayakan untuk BUMD
kebanggaan masyarakat Riau ini di pertahankan, upaya yang dilakukan pemerintah
dengan cara mengalokasikan anggaran dari APBD Provinsi Riau untuk biaya
operasional. Sebenarnya upaya ini sudah sering dan acap kali dilakukan
oleh pemerintah Provinsi Riau, bahkan menjadi perdebatan di kalangan anggota
dewan dikarenakan RAL tidak jelas meliputi manajemen dan progress. Semangat pemerintah di tengah
carut-marut BUMD ini seperti pemerintah malu menjilat lidah sendiri tentang
komitmen yang selau dipropaganda membangkitkan RAL. Seperti
contoh pengucuran dana sebesar Rp 30 Milliar dari APBD tahun2011 ternyata belum
mampu untuk membayar pesangon eks 200 karyawan RAL, apalagi untuk menerbangkan
pesawat Fokker 50.
Padahal
alasan pengucuran dana sebesar Rp 30 milliar dengan dalih agar pesawat fokker 50 dapat terbang.
Upaya yang dilakukan pemerintah hanya mimipi dan angan-angan belaka bagaimana
investor menanamkan saham dan modal kalau
manajemen RAL tidak dibersihkan. Pemerintah harus melihat persolaan ini secara
rasional mana mungkin RAL mendapatkan keuntungan dengan hanya rute penerbangan
yang terbatas.
Keinginan
Gubernur Riau, Rusli Zainal untuk menerbangkan kembali maskapai RAL pada maret
2012 ini ibarat keluar dari mulut buaya masuk ke dalam mulut harimau. Satu
persoalan belum terselesaikan, akan menambah persoalan baru yang tentunya akan
membebani APBD. Rusli mengatakan telah menyewa 3 pesawat untuk rute-rute
pendek. Apakah dengan tiga pesawat tersebut dapat menutupi anggaran yang besar yang
akan dikeluarkan dalam pengoperasian???
Jika
melihat aturan dari IATA (badan transportasi Internasional) yang mengharuskan
memiliki 5-10 pesawat yang beroperasi setiap hari. Sungguh sangat memaksakan
kehendak untuk mengoperasikan kembali RAL. Seharusnya pemerintah bercermin
dengan kondisi yan ada, bukan hanya mementingkan keinginan pribadi berharap
memperoleh nama di kancah Nasional.
Masyarakat tidak ingin keberadaan
RAL hanya sebagai simbol euforia
pejabat,
akan tetapi subtansial dari keberadaan RAL ini yang diharapkan oleh masyarakat
yaitu keuntungan finansial dalam konteks peningkatan ekonomi Riau, yang berdampak kepada kesejahteraan bagi
masyarakat Riau
Oleh
karena itu, keinginan menerbangkan kembali RAL perlu dikaji dan dipertimbangkan
kembali. Apakah akan berdampak meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau malah
membebani APBD yang notabenenya uang rakyat?? Malah sebaiknya BUMD seperti RAL
ini dibekukan saja karena akan terus membebani APBD. Keberadaan BUMD yakni mampu menambah pendapatan asli
daerah bukan menguras ABPD yang jelas diperuntukan untuk rakyat, ketika BUMD
tidak dapat memberikan apa-apa untuk rakyat maka solusi yang bijak adalah
BUMDNYA di tutup.
Oleh: Al Razi Izzatul Yazid
Menteri Sekretaris Kabinet BEM UNRI
Terbit Di Kolom Youngster Tribune Pekanbaru, Edisi Minggu 04 Maret 2012
0 komentar:
Posting Komentar