Ada sebuah cerita yang cukup menarik
tentang kambing qurban yang mudah-mudahan dapat meningkatkan semangat berkurban
kita menjelang Hari Raya Idul Adha 1434 H yang sebentar lagi akan tiba. Mari
kita simak bersama cerita berikut :
Kuhentikan mobil tepat di ujung kandang tempat
berjualan hewan Qurban. Saat pintu mobil kubuka, bau tak sedap memenuhi rongga
hidungku, dengan spontan aku menutupnya dengan saputangan. Suasana di tempat
itu sangat ramai, dari para penjual yang hanya bersarung hingga ibu-ibu
berkerudung Majelis Taklim, tidak terkecuali anak-anak yang ikut menemani orang
tuanya melihat hewan yang akan di-Qurban-kan pada Idul Adha nanti, sebuah
pembelajaran yang cukup baik bagi anak-anak sejak dini tentang pengorbanan Nabi
Allah Ibrahim & Nabi Ismail.
Aku masuk dalam kerumunan orang-orang yang sedang
bertransaksi memilih hewan yang akan di sembelih saat Qurban nanti. Mataku
tertuju pada seekor kambing coklat bertanduk panjang, ukuran badannya besar
melebihi kambing-kambing di sekitarnya.
"Berapa harga kambing yang itu pak?"
ujarku menunjuk kambing coklat tersebut.
"Yang coklat itu yang terbesar pak. Kambing
Mega Super dua juta rupiah tidak kurang" kata si pedagang berpromosi
matanya berkeliling sambil tetap melayani calon pembeli lainnya.
"Tidak bisa turun pak?" kataku mencoba
bernegosiasi.
"Tidak kurang tidak lebih, sekarang
harga-harga serba mahal" si pedagang bertahan.
"Satu juta lima ratus ribu ya?" aku
melakukan penawaran pertama
"Maaf pak, masih jauh. " ujarnya cuek.
Aku menimbang-nimbang, apakah akan terus
melakukan penawaran terendah berharap si pedagang berubah pendirian dengan
menurunkan harganya.
"Oke pak bagaimana kalau satu juta tujuh
ratus lima puluh ribu?" kataku
"Masih belum nutup pak " ujarnya tetap
cuek
"Yang sedang mahal kan harga minyak pak.
Kenapa kambing ikut naik?" ujarku berdalih mencoba melakukan penawaran
termurah.
"Yah bapak, meskipun kambing gak minum
minyak. Tapi dia gak bisa datang ke sini sendiri.
Tetap saja harus di angkut mobil pak, dan mobil
bahan bakarnya bukan rumput" kata si pedagang meledek.
Dalam hati aku berkata, alot juga pedagang satu
ini. Tidak menawarkan harga selain yang sudah di kemukakannya di awal tadi.
Pandangan aku alihkan ke kambing lainnya yang lebih kecil dari si coklat.
Lumayan bila ada perbedaan harga lima ratus ribu. Kebetulan dari tempat penjual
kambing ini, aku berencana ke toko ban mobil. Mengganti ban belakang yang sudah
mulai terlihat halus tusirannya. Kelebihan tersebut bisa untuk menambah budget ban
yang harganya kini selangit.
" Kalau yang belang hitam putih itu berapa
bang?" kataku kemudian
" Nah yang itu Super biasa. Satu juta tujuh
ratus lima puluh ribu rupiah" katanya
Belum sempat aku menawar, di sebelahku berdiri
seorang kakek menanyakan harga kambing coklat Mega Super tadi. Meskipun pakaian
"korpri" yang ia kenakan lusuh, tetapi wajahnya masih terlihat segar.
"Gagah banget kambing itu. Berapa harganya
mas?" katanya kagum
"Dua juta tidak kurang tidak lebih kek.
" kata si pedagang setengah malas menjawab setelah melihat penampilan si
kakek.
"Weleh larang men regane (mahal benar
harganya)?" kata si kakek dalam bahasa Purwokertoan " bisa di
tawar-kan ya mas?" lanjutnya mencoba negosiasi juga.
"Cari kambing yang lain aja kek. " si
pedagang terlihat semakin malas meladeni.
"Ora usah (tidak) mas. Aku arep sing apik
lan gagah Qurban taun iki (Aku mau yang terbaik dan gagah untuk Qurban tahun
ini)
Duit-e (uangnya) cukup kanggo (untuk) mbayar koq
mas. " katanya tetap bersemangat seraya mengeluarkan bungkusan dari saku
celananya. Bungkusan dari kain perca yang juga sudah lusuh itu di bukanya, enam
belas lembar uang seratus ribuan dan sembilan lembar uang lima puluh ribuan
dikeluarkan dari dalamnya.
"Iki (ini) dua juta rupiah mas. Weduse (kambingnya)
dianter ke rumah ya mas?" lanjutnya mantap tetapi tetap bersahaja.
Si pedagang kambing kaget, tidak terkecuali aku
yang memperhatikannya sejak tadi. Dengan wajah masih ragu tidak percaya si
pedagang menerima uang yang disodorkan si kakek, kemudian di hitungnya perlahan
lembar demi lembar uang itu.
"Kek, ini ada lebih lima puluh ribu
rupiah" si pedagang mengeluarkan selembar lima puluh ribuan
"Ora ono ongkos kirime tho...?" (Enggak
ada ongkos kirimnya ya?) si kakek seakan tahu uang yang diberikannya berlebih
"Dua juta sudah termasuk ongkos kirim"
si pedagang yang cukup jujur memberikan lima puluh ribu ke kakek " mau di
antar ke mana mbah?" (tiba-tiba panggilan kakek berubah menjadi mbah)
"Alhamdulillah, lewih (lebih) lima puluh
ribu iso di tabung neh (bisa ditabung lagi)" kata si kakek sambil
menerimanya " tulung anterke ning deso cedak kono yo (tolong antar ke desa
dekat itu ya), sak sampene ning mburine (sesampainya di belakang) Masjid Baiturrohman,
takon ae umahe (tanya saja rumahnya) mbah Sutrimo pensiunan pegawe Pemda Pasir
Mukti, InsyaAllah bocah-bocah podo ngerti (InsyaAllah anak-anak sudah tahu).
"
Setelah selesai bertransaksi dan membayar apa
yang telah disepakatinya, si kakek berjalan ke arah sebuah sepeda tua yang
disandarkan pada sebatang pohon pisang, tidak jauh dari mobil milikku. Perlahan
di angkat dari sandaran, kemudian dengan sigap dikayuhnya tetap dengan
semangat. Entah perasaan apa lagi yang dapat kurasakan saat itu, semuanya
berbalik ke arah berlawanan dalam pandanganku. Kakek tua pensiunan pegawai
Pemda yang hanya berkendara sepeda engkol, sanggup membeli hewan Qurban yang
terbaik untuk dirinya. Aku tidak tahu persis berapa uang pensiunan PNS yang
diterima setiap bulan oleh si kakek. Yang aku tahu, di sekitar masjid
Baiturrohman tidak ada rumah yang berdiri dengan mewah, rata-rata penduduk
sekitar desa Pasir Mukti hanya petani dan para pensiunan pegawai rendahan.
Yang pasti secara materi, sangatlah jauh di
banding penghasilanku yang sanggup membeli rumah dikawasan cukup bergengsi,
yang sanggup membeli kendaraan roda empat yang harga ban-nya saja cukup
membeli seekor kambing Mega Super, yang sanggup mempunyai hobby
berkendara moge (motor gede) dan memilikinya Yang sanggup mengkoleksi
"raket" hanya untuk olah-raga seminggu sekali, Yang sanggup juga
membeli hewan Qurban dua ekor sapi sekaligus. Tapi apa yang aku pikirkan? Aku
hanya hendak membeli hewan Qurban yang jauh di bawah kemampuanku yang harganya
tidak lebih dari service rutin mobilku, kendaraanku di dunia fana.
Sementara untuk kendaraanku di akhirat kelak, aku
berpikir seribu kali saat membelinya. Ya Allah, Engkau yang Maha
Membolak-balikan hati manusia balikkan hati hambaMu yang tak pernah berSyukur
ini ke arah orang yang pandai menSyukuri nikmatMu
[Diambil dari www.griyamelati.net]
0 komentar:
Posting Komentar