Tahun 2011 merupakan tahun demokrasi buat masyarakat Riau, karena di tahun ini diselenggarakannya pesta demokrasi pemilihan kepala daerah di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Riau. Melihat kondisi di lapangan, dari seluruh pelaksanaan pilkada beberapa kabupaten/kota berakhir kisruh dan diputuskan di Mahkamah Konstitusi. Sungguh sangat ironi melihat proses pemilihan kepala daerah yang notabenenya akan mengemban amanah rakyat, namun banyak orang berlomba-lomba menjadi pemimpin dengan menggunakan segala cara.
Belum hilang euforia masyarakat Kampar menyambut
pemimpin daerah yang baru terpilih dalam pilkada Kabupaten Kampar pada tanggal
10 Oktober 2011. Dari hasil Pleno yang dilaksanakan KPUD Kabupaten Kampar pada
tanggal 14 Oktober 2011 yang lalu, menetapkan pasangan nomor urut 3 (Jefri
Noer-Ibrahim Ali) sebagai peraih suara terbanyak (45,58%) dengan mengalahkan
dua pasang pesaing lainnya yang salah satunya merupakan Incumbent. Pelaksanaan Pilkada Kabupaten Kampar ini dari awal
hingga pengumuman hasil berlangsung relatif aman dan tertib tanpa adanya
gugatan dari pihak manapun. Pasangan yang kalah menerima dengan kepala tegak
dan berbesar hati terhadap hasil Pleno KPUD Kampar dan mendukung pasangan yang
memenangkan Pilkada. Hal ini perlu menjadi contoh bagi politisi-politisi
lainnya dalam meraih kekuasaan harus siap menang dan siap kalah, sesuai ikrar
yang mereka katakan sebelum pelaksanaan pilkada. Segala sesuatunya dikembalikan
kepada pilihan rakyat, yang merupakan asas berdemokrasi, dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat.
Berbeda dengan pelaksanaan pemilihan walikota
Pekanbaru yang harus berakhir di Mahkamah Konstitusi. Pilwako Kota Pekanbaru
yang berlangsung lebih dahulu pada tanggal 18 Mei 2011, hingga kini masih
tertunda keputusan siapa yang akan memimpin kota Pekanbaru 5 tahun mendatang
karena adanya gugatan dari timses pasangan calon yang kalah ke Mahkamah
Konstitusi. Dan putusan MK menyatakan harus dilaksanakannya pemungutan suara
ulang di seluruh TPS. Hal ini merupakan sikap yang tidak gentllement bagi politisi, karena tidak menerima kekalahan dengan
berbesar hati. Lebih kepada mencari kesalahan-kesalahan pasangan lawan tanpa
melihat kesalahan pasangan sendiri.
Melihat dua fenomena pilkada yang terjadi, dapat
dilihat bahwa pilwako Kota Pekanbaru sangat sarat dengan intrik-intrik partai
politik. Hal ini dikarenakan yang menjalankan sistem demokrasi adalah partai
politik. Sebagaimana kita ketahui, partai politik memiliki ideologi-ideologi
yang berbeda sehingga tujuan dari setiap partai politik bukan lagi untuk
menyalurkan suara rakyat, melainkan menyalurkan suara partai. Dan jika dilihat
dari posisi Pekanbaru sebagai Ibukota Provinsi yang merupakan sentral partai
politik di daerah, menyebabkan seluruh partai politik berusaha dengan segala
cara untuk dapat merebut kekuasaan dengan mendudukkan perwakilan partai sebagai
pemimpin daerah. Berbeda dengan Kabupaten Kampar yang merupakan daerah yang
tidak memiliki pengaruh besar untuk peta perpolitikan di daerah Riau. Hal ini
juga berkenaan dengan pemilihan gubernur Riau yang sebentar lagi akan
diselenggarakan. Sehingga dari hasil pilkada di setiap Kabupaten/Kota diperoleh
gambaran peta perpolitikan menuju pilgubri 2013.
Al Razi Izzatul Yazid
Menteri Sekretaris Kabinet BEM Universitas Riau
0 komentar:
Posting Komentar