Pesta demokrasi Kota Pekanbaru yang
telah dilaksanakan 5 bulan yang lalu tepatnya 18 Mei 2011 diwarnai dengan
gugatan salah satu pasangan calon yang tidak menerima hasil pemilukada ke
Mahkamah Konstitusi. Hal ini sudah biasa terjadi pada setiap pelaksanaan
pemilihan kepala daerah di seluruh Indonesia. Pasangan calon yang kalah
kebanyakan tidak menerima hasil akhir dan melayangkan gugatan ke Mahkamah
Konstitusi dengan delik alasan banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Dari beberapa sengketa Pilkada yang masuk ke Mahkamah Konstitusi, hasil
putusannya pemungutan suara ulang yang hanya dilakukan pada daerah/TPS yang
bermasalah saja. Akan tetapi beda halnya denga sengketa pilkada Kota Pekanbaru,
Mahkamah Konstitusi memutuskan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di
seluruh TPS dengan tenggat waktu 90 hari setelah amar putusan ditetapkan. Hal
ini sangat jarang terjadi, dan penuh dengan kejanggalan-kejanggalan. Namun,
keputusan MK tidak dapat diganggu gugat dan harus dihormati oleh semua pihak.
Sejak amar putusan MK ditetapkan, KPU
Kota Pekanbaru yang saat itu dipimpin oleh Yusri Munaf langsung menggelar rapat
pleno dan menetapkan PSU dilaksanakan pada tanggal 14 September 2011. Akan
tetapi beberapa hari berselang, Jabatan ketua KPU Kota Pekanbaru yang dipegang
oleh Yusri Munaf digantikan oleh Makmur Hendrik dengan alasan yang tidak jelas.
Sejak pergantian Ketua, badai politik berhembus di internal KPU Kota Pekanbaru.
KPU Kota Pekanbaru tidak menyanggupi pelaksanaan PSU pada tanggal 14 September
2011 dengan alasan tidak adanya anggaran. Badai inipun semakin kencang seiring
masa jabatan Walikota Pekanbaru Herman Abdullah berakhir ada tanggal 17 Juli
2011. Ditunjukknya Syamsurizal sebagai Penjabat Walikota, menambah warna pada
polemik PSU Walikota Pekanbaru. Syamsurizal berusaha mencari
kesalahan-kesalahan yang dilakukan Herman Abdullah, dan melakukan pembohongan
publik dengan menyatakan bahwa anggaran Kota Pekanbaru defisit. Selain itu,
usaha politisasi yang dilakukan Syamsurizal yaitu dengan melakukan mutasi dan
demosi besar-besaran dilingkungan pejabat Kota Pekanbaru. Hal ini jelas
melanggar konstitusi dan tampak usaha memenangkan salah satu calon dengan
menempatkan orang-orang pilihannya di jabatan-jabatan strategis dipemerintahan
Kota Pekanbaru.
Dengan tidak terlaksananya PSU pada
tanggal 14 September 2011, MK kembali mengadakan sidang dengan memanggil semua
pihak yang terkait. Dan selama persidangan, terungkap semua
kejanggalan-kejanggalan yang berusaha menggagalkan pelaksanaan PSU. Akan
tetapi, sungguh sangat mengejutkan kembali putusan MK yang menyatakan PSU
ditunda dan harus dilaksanakan setelah 90 + 7 hari setelah diputuskan pada
tanggal 8 Oktober 2011. Keputusan MK ini sangat aneh, dikarenakan tidak
konsistennya hakim dalam hal mengingat, menimbang dan memutuskan. Dan juga
putusan ini sama halnya dengan keputusan MK yang pertama dengan tidak adanya
konsekuensi yang akan diterima apabila putusan tidak dilaksanakan Hal ini
sangat jelas adanya upaya pihak-pihak untuk mempolitisasi pelaksanaan PSU di
Kota Pekanbaru.
Al Razi Izzatul Yazid
Menteri Sekretaris Kabinet BEM Universitas Riau
0 komentar:
Posting Komentar