“Hitam kulit,,,
keriting rambut... Aku Papua...”
Sebaris lirik lagu yang mengingatkan kita bahwa
bangsa Indonesia, adalah bangsa yang heterogen, baik suku, ras, agama, bahkan
jenis rambut dan warna kulitpun beragam dari putih luruh dan keriting hitam.
Sesuai dengan semboyan kita Bhineka Tunggal Ika, walau berbeda tetapi tetap
satu jua...
Aku hanya
segelintir pemuda yang benar-benar peduli akan masalah kemiskinan, pendidikan,
dan keragaman. Telah 68 tahun bangsa Indonesia merdeka, tetapi masih banyak
masyarakat Indonesia yang belum merasakan nikmat dari kemerdekaan itu,
khususnya di Timur Matahari bumi Pertiwi Indonesia...
Tahun
2014 ku awali dengan manis. Sebuah kewajibanku yang masih tertunda, akan
kutuntaskan di pertengahan tahun ini. Dan alhamdulillah langkah awal yang manis
telah kulalui dengan mulus di awal tahun ini. Sebuah asa yang masih
menggelantung dan menjadi beban pikiran orang tua ku akan kutunaikan dan
kugapai. 3 langkah lagi akan kulangkahkan kaki dan kutanamkan azzamku untuk
menyegerakannya sehingga senyum simpul tersungging dari kedua orang tuaku.
Tiga
tahun sudah ku berkelana ke beberapa daerah di Indonesia semenjak 2010 ketika
tingkat tiga kulalui kuliah di Universitas Riau. Dengan modal prestasi dan
aktif di organisasi kampus, aku berhasil menyambangi daerah-daerah di Indonesia
di mulai dari pulau Sumatera, Jawa, hingga Kalimantan. Masih tersisa dua pulau
besar yang belum kusambangi untuk berbagi dan menjalin komunikasi dengan
sahabat-sahabat disana, yakni Pulau Sulawesi dan Papua.
Di
awal aku menginjakkan kaki di bangku kuliah, pernah berpikir dan memiliki
impian agar dapat keliling Indonesia dari sabang sampai merauke. Dan kini telah
3 pulau besar kusambangi, tersisa dua pulau besar lagi. Di tahun terakhirku di
bangku kuliah S1 ini aku azzamkan niat bahwa impianku harus ku gapai segera di
tahun ini.
Telah
banyak sahabat dan pengalaman luar biasa yang kuperoleh dari tiga tahun yang
telah kulalui dengan penuh rintangan. Namun, masih terasa ada yang kurang saat
kumelihat bentangan negeri ini yang terbentang dari Sabang-Merauke. Walau terkadang
ada nada-nada bimbang yang mengatakan sangat-sangat rugi sekali diriku ini yang
tak kunjung segera menyelesaikan study S1, namun aku berkeyakinan bahwa ada
sesuatu yang indah tersembunyi di balik kisah ini. Karena Allah SWT Maha
Pengasih dan Pemurah.
Saat
ini, hari-hari kulalui dengan semangat dan niat yang kuat bahwa janjiku pada
orang tua akan kulunasi dan impianku yang belum terwujud di awal kuliah lalu
akan segere kuwujudkan. Sebagai seorang relawan, dengan segudang kontribusi
untuk menebar manfaat bagi orang banyak, tak pernah kupinggirkan urusan
akademisku. Tiga tahun sudah kulalui berorganisasi di Kampus telah
mengajarkanku akan banyak hal dan bagaimana agar menyeimbangkan aktifitas
akademis dan non akademis. Hal ini yang membuat hari-hari yang kulalui begitu
bermakna dan selalu berusaha agar berkesan bagi orang banyak.
Tiga
tahun sudah aku bergabung di dunia relawan ini. Dan tahun ini adalah tahun
keempatku di dunia kerelawanan ini. Aku merasa menyesal mengapa ditahun pertama
dan keduaku di dunia kerelawanan ini tidak aku maksimalkan kontribusiku. Dua
tahun telah ku sia-siakan kesempatan emas untuk dapat menebar kebaikan untuk
orang banyak. Menebar senyum untuk anak-anak Indonesia generasi emas penerus
bangsa ini. Di tahun ketiga aku memulai untuk lebih bermanfaat untuk orang
banyak. Aku merasakan nikmatnya dunia kerelawanan ini semenjak aku resmi
dilantik menjadi relawan saat Diksar Relawan RZ 2013 yang lalu.
Aku
berkeyakinan, impianku akan terwujud melalui dunia kerelawanan ini. Semenjak
tahun lalu kudengar bahwasanya Relawan RZ dipercayai mendapat tempat dalam
kegiatan Bhakesra yang ditaja oleh Kemenkokesra. Yang melaksanakan kegiatan
mengarungi lautan Indonesia menuju pulau-pulau di Indonesia dan salah satu
rutenya menuju Timur Indonesia. Awal memperoleh info di tahun lalu, langsung
dengan respon yang cepat kudaftarkan diri untuk dapat berpartisipasi. Namun,
Allah SWT berkehendak lain, aku belum diberi kesempatan untuk dapat
mengikutinya. Aku berpikir, ya mungkin karena kontribusiku belum banyak
dirasakan oleh orang lain.
Aku
terus berkarya dan berkontribusi bagi ibu pertiwi, bagi seluruh masyarakat
Indonesia agar terukir senyum di bibir mereka. Aku azzamkan dalam diriku bahwa
setiap agenda kerelawanan jangan sampai terlewatkan. Sebisa mungkin dapat
berkontribusi baik dengan tenaga, pikiran maupun dengan tulisanku ataupun
gambar-gambar dari hasil jepretan kamera.
Dan
tahun ini, ku memperoleh info banyak peluang-peluang yang dapat mewujudkan
impianku. Dan salah satunya dengan program yang sama yakni Bhakesra yang
rencananya akan menyambangi pulau Raja Ampat, Papua. Pikirku menerawang
seketika, dan mengingat tulisan-tulisan karya inspiratif yang dituliskan sahabatku
yang saat ini mengabdi untuk negeri di tanah Papua. Dengan semangat tinggi
mendidik anak-anak Papua untuk dapat mengenyam dunia pendidikan. Akankah aku
akan dapat menyusulnya menginjakkan kaki Di Timur Matahari Indonesia, Tanah Papua?. Untuk dapat
berkontribusi dan menebar manfaat untuk anak-anak Papua. Agar mereka dapat
tersenyum seperti halnya kita di Barat ini. Karena, seperti yang kubaca dari
tulisan salah satu teman yang bertemu dalam suatu forum yang memaparkan
bahwasanya di Timur Matahari bumi pertiwi ini masih banyak kemiskinan yang
mencekam. Masyarakat hidup bergantung dengan alam, namun alamnya
berangsur-angsur mulai binasa akibat ulah tangan tak bertanggungjawab.
Remajanya masih banyak yang tidak dapat membaca maupun menulis namanya sendiri.
Inilah potret negeri ini, yang tidak meratanya pembangunan pendidikan.
Gedung-gedung tinggi nan megah menjulang di kota-kota, sementara tak satupun
gubuk pendidikan berdiri di daerah pedalaman ini. Beginilah potret tragis nasib
bangsa ini, yang miskin semakin miskin yang kaya semakin kaya, yang pandai
semakin pandai dan yang bodoh semakin bodoh. Kalaupun ada bangunan pendidikan,
tetapi tidak disertai dengan tenaga pengajarnya, apalah arti sebuah bangunan
pendidikan kalau tidak ada tenaga pengajarnya. Inilah potret pendidikan di
Timur Matahari bumi pertiwi.
Hal
inilah yang menjadikan sebab ketertarikanku untuk dapat menginjakkan kaki di
Timur Matahari bumi pertiwi Indonesia. Sebagai Pemuda, kitalah yang memegang
tanggungjawab ini untuk masa depan anak-anak generasi penerus bangsa. Kitalah
yang harus banyak berbuat dan berkontribusi untuk bumi pertiwi ini. Aku
mengazzamkan di dalam diri bahwasanya akulah yang akan menjadi pelita dalam
kegelapan di Timur Matahari bumi pertiwi Indonesia.
Namun,
semua impianku ini bukan kujadikan sebagai target utamaku dalam berkontribusi
di dunia kerelawanan ini. Namun, dalam hati kecil aku berkata pada diri
sendiri, kita lewati saja setiap proses yang ada. Sesuatu itu didapat sesuai
dengan usaha dan kerja keras serta niat ikhlas yang telah kita lakukan. Dan aku
beranggapan bahwa ketika nantinya impianku terwujud melalui dunia kerelawanan,
aku berpikir bahwa inilah hadiah atau anugrah yang akan Allah SWT titipkan
kepadaku melalui jalan ini. Aamiin.
semangat ya Ari...insyaallah ketika ada niat yang baik maka akan ada jalan untuk itu semua.
BalasHapussegera tuntaskan tugas utamamu di kampus...salam pengabdian!